(...lalu ke mana hilangnya daun kering yang berguguran...)
Kuhadapkan wajahku dan wajahmu dihadapan wajah-Nya yang satu,
Lalu wajah siapa yang bakal tenggelam terbit?
Tatkala kita bercermin dengan cahaya
Kau mengetuk warasku dengan isengmu yang bergalau dan
Membuncah bersama,
Debu-debu setelah matimu lama dulu...
Lama dulu....
Seperti harumnya wajah bulan,
Cahaya yang sesempit akal kata,
Kian menghimpit luka lama,
Hembuskan layar makrifatmu terbang mencari hakikat,
Kita membelah bulan malam dengan gelitanya yang pekat,
Dipenjara dalam mimpi hingga mati sembilan sanad,
Namun kita yang tertawa kerna malam semakin tenat.
(Malam semakin tenat....dan malam pun semakin tenat....)
(Malam semakin tenat....dan malam pun semakin tenat....)